RSS

Jumat, 15 Mei 2009

"Menikah = Tak Perlu Mempersulit Diri"


Suatu malam Umar bin Abu Rabi’ah keluar untuk melaksanakan thawaf di ka’bah. Bersamaan dengannya seorang wanita cantik juga sedang melakukan thawaf disana. Di belakang wanita itu tampak seorang pemuda yang terus menguntitnya. Setiap kali wanita jelita itu mengangkat kaki utuk diayunkan, pemuda yang menguntitnya meletakkan kakinya di atas tanah bekas pijakan wanita itu.
Umar bin Abu Rabi’ah terus mengawasi kedua orang itu. Ketika wanita itu telah menyelesaikan thawafnya, pemuda tersebut masih menguntitnya untuk beberapa saat. Setelah itu, barulah ia beranjak pergi. Pada saat itulah, Umar bin Abu Rabi’ah mendekatinya dan bertanya, “Maukah engkau memberitahukan kepadaku mengapa engkau berbuat seperti itu?”
Pemuda itu menjawab, “Boleh. Wanita yang engkau lihat tadi adalah putri pamanku. Aku jatuh cinta kepadanya, namun aku tidak memiliki harta. Aku nekad melamarnya kepada bapaknya, namun dia tetap tidak mau menerima lamaranku. Dia meminta maskawin yang tidak bisa kupenuhi. Yang engkau lihat tadi adalah yang bisa kulakukan terhadap dirinya. Sementara tidak ada yang bisa kuharapkan dari dunia ini selain dirinya. Aku hanya bisa menemuinya takala dia thawaf dan bagianku seperti yang engkau lihat tadi.”
“Siapa namamu?” Tanya Umar.
“Fulan bin Fulan,” jawab pemuda itu.
“Bawa aku pergi kepadanya,” kata Umar. Lalu keduanya pergi menemui paman pemuda itu. Setibanya mereka di sana, Umar meminta sang paman untuk keluar rumah.
Dengan tergopoh-gopoh, sang paman keluar rumah dan bertanya, “Ada perlu apa, wahai Abul Khaththab?”
“Nikahkanlah putrimu dengan Fulan anak saudaramu. Ini ada mas kawin yang engkau minta, bisa engkau ambil dari hartaku,” kata Umar.
“Aku sudah melakukannya”
“Aku ingin keduanya menikah sebelum aku beranjak pergi<” kata Umar.
“Itupun akan kulakukan.”
Sebelum Umar beranjak pergi-demikianlah Ibnul Qayyim al-Jauziyyah mengisahkan-keduanya sudah dinikahkan.

Di ambil dari buku “Saatnya untuk Menikah”
karya M. Fauzil Adhim

"File Kisah Hidup"

Lipatan-lipatan otak mampu menyimpan file kisah hidup, kemudian hati menterjemahkan rasa yang terekam sehingga perasaan membawa ke memori hari yang terlewati. Manusiawi dan tak bisa dipersalahkan asalkan semua itu dapat menjadi nasehat di hari yang mungkin datang di masa depan. Masa lalu seperti bekas tapak-tapak kaki yang kita tinggalkan bagaimanapun ia akan selalu mengikuti kemana kita mengayunkan langkah hidup kita terkadang ia datang menjadi lamunan yang menyelingi lelahnya hari yang kita jalani. Kemudian kendalikan tapi bukan paksa, cukup kendalikan agar ia tidak membuat kita menjadi seorang pengecut kehidupan yang berusaha bersembunyi serta takut menghadapi hadangan masalah hari esok yang mungkin datang. Tidak perlu memaksakan untuk melupakannya karena ia tetap tak bisa di-“del” dari lipatan otak kita kecuali jika Allah menghendaki. Jadikanlah ia sahabat yang menasehati kita, bahwa hidup adalah seni bersabar, hidup adalah seni bersyukur dan hidup adalah seni berikhlas. Menjernihkan hati dari kekeruhan dunia yaitu ketika kita mampu tersadarkan secara total bahwa kehidupan dunia hanyalah main-main dan sendagurau. Wallahu’alam

Jumat, 01 Mei 2009

"Tunggulah, Seberapa Bijak Kita Dia Masa Lalu?"

Tunggulah apa yang akan di jawab oleh waktu, jalani saja hidup

Tunggulah apa yang akan di jawab oleh waktu, jalani saja hidup ku dengan yang Allah bagikan. Merupakan pelajaran yang dalam tentang makna proses, terbuka untuk mengerti bahwa semuanya sudah terencana, tepat dan sering tak terduga. Apa yang kita butuhkan ternyata tidak jauh tapi ia hadir tanpa kita sadari, ia adalah yang sesungguhnya kita butuhkan dan memang diperuntukkan untuk kita begitulah jika Allah berkehendak. Sesungguhnya yang kita butuhkan terkadang bukan yang selama ini kita kagumi, oleh karenanya janganlah kita seperti seorang yang mengejar kupu-kupu yang terbang karena kita terpikat dengan keindahannya karena ia akan terbang semakin menjauhi tetapi tenanglah maka kemudian ia akan hinggap di tubuh kita tanpa kita menyadarinya.

Pelajaran yang lain adalah adillah dan pandanglah setiap hal dengan mencoba men-tawar-kan perasaan kita sehingga kita objektif menilai dan memutuskan, karena terkadang perasaan kita menghalangi kita untuk melangkah sebab ketidakadilan kita. Yakinlah bahwa yang kita butuhkan adalah yang hadir untuk kita, yang memberikan banyak hal untuk kita kemudian mudah-mudahan Allah berkenan kiranya inilah jalan yang terbaik untuk hidupku. Hari-hari akan terus menerbitkan mentari, waktu akan terus berdetak dengan teratur menjauhkan kita dari keadaan kita saat ini kemudian semuanya akan menampakkan perubahan dalam setiap sisinya yang kian bertambah jelas. Biarkanlah karena ia akan membuktikan siapa yang benar dan yang berbohong, siapa yang bersungguh-sungguh dan yang bermain-main akhirnya kita akan menyadari seberapa bijakkah kita memutuskan di masa lalu. Wallahu’alam

"Satu Kebahagiaan"

“Suatu kebahagiaan yaitu berhenti mengejar sesuatu di dunia ini yang sulit kita gapai”, begitulah tertulis di layar hp-ku sebuah sms dari seorang kawan. Sejenak isi sms itu membuatku termenung, benarlah apa yang tertulis ini karena hatiku saat itu memang sedang membutuhkan dukungan. Kemudian terpikir olehku bahwa salah satu sumber kegelisahan adalah ketidakmampuan mengontrol apa yang kita ingini, karena kita tidak menyadari bahwa penentu apa yang kita jalani adalah Allah. Wallahu’alam

"Lintasan Masa Lalu"

Lintasan masa lalu terkadang membuat kita terhenyu, alam pikira

Lintasan masa lalu terkadang membuat kita terhenyu, alam pikiran kita menerawang mengenang hari-hari yang terlewati. Ketika dalam perjalanan menuju dan pulang dari tempat kerjaku, satu yang sering ku lakukan adalah mencari sosok bus berwarna merah “Agra Mas” nama bus itu. Ada suasana yang berbeda ketika ku lihat lekat-lekat bus itu, suasana hatiku beranjak hening, sering sepeda motorku kupacu disampingnya hanya sekedar untuk melihat bus itu dari dekat, terkadang sebisa mungkin kemelongok kearah jendela untuk memperhatikan beberapa orang penumpang disana, hatiku mencari-cari sesuatu yang terasa hilang dan berharap dapat kutemukan walaupun sebenarnya itu hanyalah khayalku saja karena hampir tidak mungkin terjadi. Begitulah masa laluku masih mengikuti keseharianku seperti halnya rasa hatiku yang masih terikat dengan laju bus jurusan Tangerang-Bekasi itu. Pernah suatu masa aku mengoreskan tinta sejarah hidupku tentang seorang yang aku tuju dengan bus merah itu “Agra Mas”.